BANG Haidir tak nampak keesokan harinya. Aku masih
menebak-nebak apa yang dipikirkan oleh Haidir setelah kejadian semalam.
Mungkinkah dia shock karena membiarkan aku, seorang pria, mengoral
kontolnya dan dia menyukainya? Ah.. pasti dia sedang kebingungan
sekarang. Jiwa straightnya terkoyak ketika menyadari dirinya menikmati
isapan mulut pria. Aku berkeliling rumah mencarinya. Namun Haidir tak
kelihatan. Setelah menyerah, aku bertanya pada Bi Suti.
“Si abang Haidir? Tadi pagi sih dia bilang mau cari baju satpam terus pamit keluar rumah,” kata Bi Suti.
“Loh? Ngapain pake beli? Orang dia bilang sendiri seragamnya bakalan dikasih selama training, kok..”
Bi Suti mengangkat bahu.
Aku lalu berpikir bahwa mungkin ini adalah akal-akalan bang Haidir untuk menghindariku pagi ini.
Haidir tak bisa lama-lama menghindariku. Siangnya dia pulang juga ke
rumah saat aku sedang makan siang. Aku berusaha bersikap biasa saja saat
dia datang.
“Makan , bang..” tawarku basa-basi.
“Iya Don.. bentar lagi. Abang mau taruh ini dulu ke kamar.” Ujar Haidir canggung.
Aku melirik ke arah belanjaan Haidir dan sepertinya dia memang
membeli beberapa stel seragam sekuriti lengkap dengan asesorisnya.
“Katanya nanti abang bakalan dikasih seragam kalau udah masuk pelatihan…” pancingku saat Haidir menyusulku makan siang.
“Jaga-jaga aja Don… siapa tahu nanti enggak muat atau gimana.
Sekalian membiasakan diri juga..” terang Haidir tanpa mau menatap
mataku.
Aku menganggukkan kepala.
“Kapan-kapan pake ya, bang? Doni pengen liat gagahnya abang pake seragam,” godaku.
Haidir makin salah tingkah. Tapi aku berusaha tak membuatnya semakin
merasa tak nyaman dengan tidak mengungkit kejadian semalam. Haidir pun
sepertinya lama kelamaan sikapnya mulai menjadi cair.
“Ehm.. Don? Abang mau tanya nih..” ujar Haidir.
“Tanya apa bang?”
“Kamu kalo ngelihat bokep gitu ngaceng enggak sih?” Tanya Haidir malu-malu.
“Ngaceng lah bang… kan liat kontol pemain cowoknya. Hahahah..”
Wajah Haidir bersemu merah.
“Maaf bang, becanda…”
“Terus kamu ngocok gitu?”
“Iya bang… apalagi sambil ngebayangin pantat Doni dihajar kontol gede
kayak pemain bokep itu. Atau ngebayangin kayak cewek-cewek abang yang
keeenakan dihajar ama abang..” pancingku.
“Ah kamu bisa aja, Don… emang enggak sakit ya? Maksud abang pantat kamu dimasukin gitu?”
“Kalau enggak ahli sih sakit bang… Doni juga jarang kok sampe ada
yang masukin gitu. Makanya Doni lebih suka coli sambil latihan pake
dild0. Nikmat banget bang.”
“Dild0? Apaan tuh?” Tanya Haidir keheranan.
“Kalau abang penasaran, nanti malem abang datang aja ke kamar Doni,”
kataku sambil mengedipkan mata dan beranjak meninggalkan Haidir yang
tertegun keheranan.
***
Awalnya aku ragu kalau Haidir bakalan datang ke kamarku malam ini.
Tapi dugaanku salah. Dia datang walau masih agak canggung. Aku tidak
akan menakutinya dengan memutar film porn0 bertema gay. Untuk menggosok
sisi ego straight nya, sekaligus memancingnya untuk bereksplorasi dengan
gaya seks baru, aku memutarkan film porn0 berjudul B*TT SOLDIER.
Ceritanya seorang tentara kulit hitam berkontol super besar tersesat di
hutan penuh dengan perempuan seksi berpayudara besar. Uniknya mereka
diceritakan adalah suku wanita yang menyukai seks anal. Satu persatu
mereka merayu si tentara gagah itu agar bercinta dan diakhiri dengan
melakukan seks anal pada wanita itu.
“Abang nontonnya di sini aja Don..” kata Haidir sambil duduk agak jauh dari ranjangku.
“Terserah abang aja..” kataku sambil mengangkat bahu.
Awalnya Bang Haidir masih bersikap tenang di menit-menit pertama film
dimulai. Aku melirik ke arahnya yang asyik sedang menonton adegan yang
mulai memanas. Ketika aktris itu mulai mengoral si tentara, Haidir mulai
meremas-remas selangkangannya. Akupun melakukan hal yang sama. Aku sama
sekali tak begitu memerhatikan adegan di layar laptop dan malahan
berpikiran mesum dengan subjek Haidir.
Ketika adegan film mulai memanas, Haidir mulai menyusupkan telapak
tangan ke dalam celana pendeknya. Aku menahan nafas ketika melihat
Haidir mengeluarkan kontol yang besar yang tak bisa kuenyahkan dari
pikiranku sejak melihatnya kemarin malam.
“Gapapa kan kalo abang ngocok?” Tanya Haidir meminta persetujuanku.
Aku menelan ludah. Buat apa dia minta izin? Kemarin malam malah
kontolnya sudah aku sepong. Tentu saja aku tidak keberatan! “Eh.. iya
gapapa bang.. ”
“Sssh.. hhh…” Haidir mulai mendesis enak saat dirinya mengocok. Aku
tak bisa menahan pandanganku pada penisnya yang tegak dan sedang disiksa
oleh tangannya itu. Ingin rasanya memindahkan batang itu ke dalam
mulutku.
“Don…” kata Haidir.
“Ya bang?”
“Katanya mau kasih tau abang dild0 itu apa..” kata Haidir sambil terus mengocok penisnya.
“Sebentar bang… tunggu adegan yang pas..” kataku.
Haidir awalnya tak paham, ketika adegan film beralih pada seks anal,
aku mengeluarkan dild0 dari dalam laci beserta pelumas. Haidir yang baru
tahu bahwa dild0 itu adalah mainan tiruan berbentuk kontol pria
langsung merasa takjub.
“Kamu… pake itu? Buat masukin…” tanya Haidir tak meneruskan pertanyaannya.
“Iyah bang.. makanya pake pelumas dulu biar gak sakit..” kataku
sambil mengeluarkan gel pelumas setelah kuturunkan celanaku dan membuka
pahaku lebar-lebar.
Haidir yang penasaran melihatku bagaimana menggunakan dild0, terus
memperhatikanku. Hal ini kumanfaatkan dengan cara menggodanya sambil
lebih mendesah sepertin pemain film por** yang terlihat sangat menikmati
anusnya diterobos kontol besar lawan mainnya.
“Engh.. ouuh…” erangku sambil mendorong dild0 yang kugenggam pada lubang pantatku yang terekspos.
“Ahhhh… hhh… hhh..” desahku lagi sambil mendorong masuk dild0 itu dan mengeluarkannya kembali berulang ulang.
Haidir tertegun. Dia lalu melihat layar monitor dan terpana dengan
aktris wanita yang berteriak keenakan saat dianal. Haidir lalu mendekat
padaku. Dia menghampiriku dan mendekatkan kontolnya pada wajahku.
“Isep Don..” bisiknya.
Aku menuruti keinginannya. Kulahap kembali kontol Haidir ke dalam
mulutku dan berusaha memberikan servis terbaik pada batangnya yang
kukagumi itu. “Hmmpph..” gumamku sambil terus merangsang anusku dengan
dild0. Tak bisa kupercaya. Enak rasanya.
Haidir mendesah keenakan sambil menatap layar monitor. Dia lalu bertanya “Kamu ngebayangin dientot kontol pemain bokep itu ya?”
Aku menggeleng dan melepaskan kontol Haidir yang telah basah oleh
liurku dan menjawab “Doni ngebayangin kontol abang yang masuk..”
Kupikir Haidir akan marah mendengar jawabanku. Ternyata dia malah
beringsut sambil membuka pakaiannya dan tubuh kekarnya kini berada di
hadapan kedua pahaku yang terbuka lebar. Aku tak tahu apa yang akan
Haidir lakukan. Kemudian dia malah meraih lenganku yang memegang dild0
dan mengeluarkannya. Dia menyuruhku melepas dild0 itu dan lalu
memerintahkanku untuk memegangi bagian bawah lututku untuk membuka
pahaku lebar-lebar.
“Abang gak tega kamu main sama mainan…” kata Haidir.
Aku tak mengerti apa yang dia omongkan awalnya. Jantungku berdegup
kencang. Tapi akhirnya aku tahu maksud Haidir. Digenggamnya kontolnya
yang keras itu dan ditusukkannya ke dalam anusku yang telah licin dan
terbuka oleh dild0.
“Aaaah…” tubuhku bergetar sambil memekik. Tak menyangka bahwa Haidir menusukkan kontolnya pada anusku tanpa peringatan.
“Abang… hmmmpph..” ringisku sambil terengah merasakan anusku yang
terasa penuh dan berkedut-kedut diisi oleh batang kontol Haidir.
“Sakit?” Tanyanya.
Aku buru-buru menggeleng khawatir Haidir berubah pikiran dan menghentikan aksinya.
“Enggak bang.. malah lebih enak…” ujarku lirih.
Haidir menyeringai kegirangan. Dia lalu menarik batangnya perlahan
dan menghujamkannya lagi dengan cepat hingga tubuhku terlonjak.
“Ouffhh…” desisku.
“Kayak gitu? Suka? Ternyata pantat kamu enak juga ya Don..” kata Haidir.
“Suka bang… enak…” pujiku sambil terengah.
“Lagi?”
Aku mengangguk dan “Akh…” Haidir kembali menghujamkan kontolnya dalam-dalam setelah ditariknya keluar.
Sambil terengah aku berkata “Ini ya yang dirasain pacar abang kalau dihajar abang…”
Haidir tertawa. “Segitu sih belum Don.. kamu mau abang hajar?”
Aku mengangguk sambil meneguk ludah.
Haidir lalu mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya di atas
pundaknya. Tiba-tiba gerakan pinggulnya semakin cepat membuat batangnya
juga semakin keras menusuk anusku.
“Hoooh… abaaaang…” erangku tak berdaya dihajar pria kekar ini. Tubuhku bergerak- gerak di atas ranjang.
Haidir menggeram sambil pantatnya terus maju mundur tanpa ampun menyerang pantatku.
“Enggghh… ngghhh…” rasa sakit bercampur nikmat menjalar di tubuhku.
Hujaman demi hujaman kontol Haidir yang semakin cepat membuatku terasa
melayang.
“Ouuuhhhh… aaaahh.. abaaaang…” erangku sambil mengocok kontolku
sendiri dan… batangku menyemprotkan sperma tanda Haidir berhasil
membawaku ke puncak orgasme dengan sodokannya.
“Arrggh… eeerrh…” Haidir menggeram sambil mencengkeram kedua
pergelangan kakiku sementara dirinya terus menghujamkan kontolnya yang
kokoh itu menyiksa anusku.
Dan… “Aaaakh…” tubuh Haidir limbung saat dia tak mampu lagi menahan
kenikmatan dalam tubuhnya yang membuat dia melontarkan cairan kental ke
dalam anusku berkali-kali. Haidir gemetar. Setelah selesai memuntahkan
isinya, dikeluarkannya batangnya yang tampak licin mengilap itu dan
tubuhnya ambruk di ranjang.
Aku lalu bangkit untuk pergi ke kamar mandi membersihkan diri
meninggalkan Haidir yang masih tergeletak di atas ranjang sambil menutup
matanya dengan salah satu lengannya. Ketika selesai dan keluar kamar,
Haidir sudah menghilang. Aku menghela nafas dan kembali ke ranjang untuk
mencoba tidur.
Sepuluh menit kemudian seseorang membuka pintu kamarku dan perlahan
naik ke atas ranjang. Aku tak berani menoleh. Tubuhnya wangi sabun dan
shampo.
“Abang tidur sini ya?” Tanyanya saat kurasakan dia berada di sebelahku.
Aku mengangguk. Lalu kurasakan lengan kekar Haidir memelukku dari
belakang. Dibenamkannya wajahnya pada rambutku. Aku belum pernah merasa
bahagia seperti ini. Akupun lalu tertidur dalam pelukan Haidir.
***
Entah sudah jam berapa saat aku terbangun ketika merasakan seseorang
meremas-remas pantatku dan sesuatu yang keras menekan-nekan kedua
bongkahannya.
Kurasakan nafas berat Haidir di telingaku saat dia mengendus leher dan telingaku.
“Abang?” Tanyaku.
“Abang horn* Don.. pelumas kamu mana?” Ujarnya berat.
Aku tak menjawab. Kuraih pelumas yang tak jauh dari tempatku tidur
dan menyerahkan botol itu padanya. Kudengar dia membuka botol itu dan
mengoleskannya pada batang penisnya.
“Abang mau apa?” Tanyaku.
“Ngentotin Doni sayang… abang gak tahan…” ujar Haidir. Aku masih
membelakangi tubuhnya ketika dia menurunkan celana pendekku dan
mengangkat sedikit pahaku.
Aku memekik tertahan ketika Haidir mendorong kontolnya yang berlumur
pelumas itu ke dalam pantatku yang belum terlalu siap. Haidir mengunci
tubuhku dalam pelukannya. Aku menarik nafas saat perlahan batang keras
Haidir menyusup masuk ke dalam anusku.
“Engggh.. hmmmff… enak…” desisku.
“Ssssh… arggh..” gumam Haidir.
“Ngh…” aku berinisiatif menggerakkan pantatku agar batang Haidir
keluar masuk mengikuti iramanya. Kupejamkan mata sambil menggigit
bibirku dan bergumam berkali-kali menikmati tusukan Haidir.
Haidir mendekapku semakin erat. Dia memaju-mundurkan pantatnya semakin cepat. Dari mulutnya keluar erangan yang semakin keras.
“Bang… kalau udah mau keluar bilang Doni… Doni pengen telen pejuh abang…” pintaku manja.
Haidir tak menjawab. Dia bergerak semakin cepat. “Arrgh.. abang mau kel..” erangnya.
Aku buru-buru melepaskan diri dari pelukannya dan membalik badanku
dan beringsut ke bawah. Wajah Haidir tampak takjub melihatku langsung
melahap kontolnya yang hampir mengeluarkan isinya. Tak ada pilihan lain
baginya selain mengikuti kemauanku. Diremasnya rambutku sambil mendorong
kemaluannya kuat-kuat. Dalam erangan terakhir, Haidir menembakkan
peluru kental yang terasa asin itu di dalam mulutku. “Arrghh….. hhh…”
erangnya panjang. Kukatupkan bibirku dan dengan semampuku kutelan habis
pejuh Haidir. Aku memang menyukainya.
Haidir terengah-engah sambil memandangku keheranan.
“Kenapa gak pengen abang keluarin di dalam?” Tanyanya heran.
“Doni takut hamil bang…” jawabku sekenanya sambil mengelap bibirku yang basah.
“Kamu ini.. mana mungkin hamil!” Kata Haidir terkekeh sambil menampar mesra pipiku. Aku tersipu.
“Lagian kalau kamu hamil abang nanti tanggung jawab..” kata Haidir.
“Bener bang? Nikahin Doni?”
“Bukan.. tanggung jawab nganterin ke klinik aborsi… hahaha..” gelak Haidir.
“Uu… abang. Dasar cowok brengsek!” Sungutku manja.
Haidir tertawa lagi. “Lebih sadis mana? Kamu makan calon anak-anak abang..”
“Kan biar Doni jaga di sini bang. Hehehe..” kataku sambil mengusap perut.
Lalu sesuatu hal yang tak terduga terjadi: Haidir mencium bibirku…
AKU masih terkejut saat Haidir tiba-tiba mencium bibirku. Tapi
reaksinya sepertinya biasa saja. Dia malah cengengesan dan mengambil
pakaiannya yang tergeletak di lantai dan tersenyum padaku sebelum
berjalan ke arah pintu.
“Abang balik kamar dulu sebelum Bi Suti datang,” katanya.
Aku mengangguk masih tak bisa berkata apa-apa. Kulirik jam dinding.
Sudah jam 5 pagi lewat. Bi Suti sebentar lagi memang akan datang. Aku
merasakan anusku masih terasa sakit setelah dihajar dua kali dalam
semalam oleh kontol Haidir. Aku mencoba bangkit dan baru terasa beberapa
bagian tubuhku sakit. Tapi aku juga merasa senang karena Haidir telah
memanfaatkan tubuhku untuk melampiaskan nafsunya. Aku masih tak mengerti
kecupan yang dia berikan padaku. Apakah itu suatu bentuk terima kasih,
ataukah dia sudah tak canggung lagi lebih mesra dengan seorang pria
dibanding sebelumnya.
Apapun itu, kegembiraanku masih bertahan sampai waktunya sarapan. Bi
Suti sampai terheran-heran melihatku keluar untuk sarapan jam tujuh pagi
dalam keadaan telah mandi dan rapi.
“Tumben Mas Doni.. biasanya sarapannya kalau libur jam sebelas,” goda Bi Suti.
Aku tak menjawab dan tersenyum saja. Kulirik Haidir yang tampak
menahan tawa sambil menyantap sarapannya. Dia juga sudah rapi dan
terlihat segar dengan memakai kaus pas badan dan celana pendek. Melihat
penampilan Haidir membuatku kembali berdebar.
“Kok malah diam aja? enggak sarapan?” tanya Haidir yang keheranan melihatku diam saja duduk di depan meja berhadapan dengannya.
“Enggak lapar Bang..” jawabku.
“Masa enggak lapar?”
“Ehmm. sebenernya pengen sarapan yang lain..” godaku.
“Sarapan apa? mau cari makan di luar? Bi Suti udah capek-capek bikinin sarapan gini…”
“Ih. Abang.. sarapan yang lain..” kataku lagi.
Haidir tiba-tiba menghentikan gerakanya. Dia mendadak mengerti apa yang aku maksud.
“Kamu ini Don..” kata Haidir.
“Tapi pengen kan Bang?”
“Hush! ada Bi Suti!” ujar Haidir.
Aku terkekeh.
Sepuluh menit kemudian tiba-tiba terdengar sahutan dari Bi Suti. “Mas
Don… Bibi mau ke rumah adik bibi dulu ya? Makan siangnya agak
terlambat. Nanti Bibi balik jam setengah duabelas gapapa?” tanyanya.
“Gapapa Bi!” balasku.
Sahutan Bi Suti menjadi semacam kode bagiku dan Haidir. Setelah
saling melirik dan mendengar pintu rumah tertutup. Aku langsung bangkit
dari duduk dan mendekati Haidir. Haidir tersenyum melihatku bersemangat
dan mendorong tubuhnya ke arah kamarnya. Kubimbing Haidir supaya dia
duduk di atas ranjang. Kemudian aku melepas pakaianku dan berlutut di
antara kedua pahanya yang terbuka lebar. Kudengar nafas Haidir semakin
cepat. Tonjolan di area selangkangannya yang masih tertutup celana
pendekpun semakin jelas.
Aku melirik ke atas dan menatap mata Haidir yang sayu. Dia
mengusap-usap punggungku sambil mendesah pelan seolah tak sabar agar aku
segera melancarkan aksiku. Puting Haidir yang menghias dadanya yang
bidang tampak tercetak di kausnya yang ketat. Ketika aku mencoba membuka
kausnya, Haidir tak menolak. Namun saat aku berusaha memainkan
putingnya dengan jariku, Haidir perlahan menjauhkan tanganku. Mungkin
dia tak biasa diperlakukan seperti itu apalagi oleh seorang pria. Tapi
aku tetap memaksa Haidir membiarkan aku mengeksplor lebih banyak
tubuhnya daripada sekedar batang kontolnya. Lama kelamaan Haidir
menyerah. Dia melepaskan tangannya pada lenganku hingga aku leluasa
menggerayangi putingnya.
“Engh..” desah Haidir ketika aku menciumi perutnya. Kulihat perutnya
yang terlatih itu berkontraksi. Kuteruskan aksi mulutku ke atas hingga
ke putingnya. Kujilati perlahan agar Haidir terbiasa dengan sensasinya.
Dia mendesis sambil meringis tapi tetap membiarkan aku melakukannya.
Kutekan lidahku semakin keras pada puting kanannya. Ketika dirasakan aku
terlalu bersemangat, Haidir menarik rambutku agar aku menahan diri.
Kulakukan hal yang sama pada putingnya yang satu. Lidahku bermain riang
di atas tonjolan coklat itu hingga terasa basah. Haidir melenguh.
Sesekali kurasakan tubuhnya terlonjak. Setelah cukup puas aku
bermain-main dengannya, aku kembali beringsut di antara dua pahanya dan
pelan-pelan menurunkan celana pendeknya.
Kontol Haidir yang sudah mengeras menyembur keluar. Dia kembali
mendesis tak sabar ingin dihisap. Diusapnya kepalaku sebagai bentuk
permohonan tak terucap untuk segera melumat kontolnya. Aku langsung
memenuhi permintaannya. Kumasukkan kepala kontolnya ke dalam mulutku.
Haidir terlonjak sambil mendesah.
“Mmmm..” gumamku sambil berusaha memasukkan kontol Haidir yang lumayan besar dan merepotkan mulutku itu lebih dalam.
“Hhhhh.. Uuh…” lenguh Haidir. Tanpa sadar kedua telapak tangannya meremas-remas rambutku.
Kucicipi setitik cairan yang terasa asin pada lidahku sambil terus
memainkan batang kontol itu di dalam mulutku. “Nggh… nggh..” gumamku
sambil kepalaku terus bergerak-gerak.
“Aaah.. ah.. Don..” racau Haidir. Punggungnya melengkung seolah
hendak mendekap kepalaku. Kedua kakinya terasa keras dan kaku. Kedua
ujung telapak kaki Haidir berjinjit pada lantai. Tubuhnya yang kekar
tampak sudah terbiasa dialiri kenikmatan yang kuberikan. Aku semakin
bersemangat. Kujilati dua zakar Haidir dan menarik-nariknya dengan
bibirku. Ini membuat sang calon satpam itu semakin menggila.
Tak tahan lagi, Haidir menekan kepalaku dan dia menggoyangkan
pantatnya hingga memaksa masuk kontolnya lebih dalam lagi ke dalam
mulutku. Perlakuannya membuatku terpaksa mencengkeram kedua pahanya. Aku
nyaris kehabisan nafas namun aku tahan. Sekali lagi, kurasakan
kontolnya berdenyut-denyut dan… aku mendapatkan sarapan cairan protein
langsung dari tempat produksinya. “Aaaaaah…” Haidir mengerang panjang
saat tembakan demi tembakan pejuhnya masuk ke dalam kerongkonganku.
Kepuasan tampak jelas terlihat pada wajah Haidir saat dia menatapku.
Dia tersenyum nyaris tertawa sambil mengatur nafasnya. Aku mengusap
bibirku yang basah oleh liur dan sedikit cairan spermanya. Aku juga
senang bisa memuaskan syahwat Haidir. Tanpa kuduga dia mengangkat
tubuhku dan meletakannya di depan tubuhnya. Jantungku berdegup kencang
merasakan kontolnya yang masih keras dan lengket itu menekan punggung
bagian bawahku.
“Bang..?” tanyaku keheranan.
Haidir tak menjawab. Satu tangannya merangkul pinggangku dan telapak
tangannya yang kanan dia ludahi beberapa kali. Aku memekik pelan saat
Haidir dengan telapak tangannya yang basah oleh liurnya itu menggenggam
kontolku.
“Nggh.. Abang…” desahku sambil menyandarkan kepalaku pada bahu
kanannya. Kulihat ke bawah tubuhku. Nafsuku membuncah melihat kontolku
yang dikocok oleh Haidir.
“Hmmmppf…” aku bersusah payah menahan sensasi nikmat dari kocokan
tangannya agar tak cepat-cepat keluar. Tubuhku menggeliat dalam pelukan
Haidir.
“Abang.. pelan-pelan..” pintaku agar aku bisa merasakan nikmat
kocokannya lebih lama. Tapi Haidir tak memedulikan permintaanku.
Kocokannya semakin cepat. Kudengar gumaman lirih keluar dari mulutnya
saat dia melakukan itu.
“Akhh.. Abang..” rengekku saat aku nyaris keluar. Dan tak berapa lama
cairan spermaku terlontar ke lantai beberapa kali sambil mengerang
panjang. Punggungku menekan kuat-kuat dada bidang Haidir. Tubuhku
gemetar dan nafasku terengah-engah. Haidir menjatuhkan tubuhnya ke
ranjang dan aku bergulir ke sebelahnya. Kami saling bertatapan.
“Bang.. nanti malam ke kamar Doni ya? Tapi baju satpamnya dipake..” pintaku.
“Loh? Ngapain?” tanya Haidir.
“Pengen puasin fantasi Doni Bang… nanti Doni kasih servis memuaskan deh..” kataku menawar.
Haidir mengacak-acak rambutku. “Kamu itu Don.. kebanyakan nonton bokep ya? Jadi pengen coba skenario macam-macam..” katanya.
Aku terkekeh. Kemudian aku bangkit dari ranjang sambil memungut pakaianku. Haidir pun ikut bangkit.
“Jalan-jalan yuk Bang?” tawarku.
“Oke. Tapi abang istirahat dulu bentar ya? Abis tenaga nih..” kata Haidir.
“Sip bang.. jangan lupa isi amunisinya juga,” kataku sambil melirik kontolnya.
Haidir terbahak dan menyabetku dengan kausnya.
***
Malamnya aku menunggu Haidir masuk ke kamarku. Aku berbaring di
ranjang dalam keadaan telanjang penuh. Sesekali kupermainkan kontolku
sambil membayangkan tubuh Haidir dan itu sudah membuatku terangsang.
Sekitar jam sepuluh, Haidir masuk ke dalam kamar. Aku nyaris memekik
bahagia melihatnya tampak gagah dengan seragam satpam putih-biru tuanya
itu. Haidir mendekati ranjangku. Aku lalu bergeser dan meletakkan
beberapa buah bantal ke dinding tempatku bersandar sambil membuka kakiku
lebar-lebar.
“Buka kancingnya bang.. kancingnya aja..” pintaku.
Haidir menurutiku melepas deretan kancing seragamnya. Seksi sekali. Saat dia hendak melepas celananya, aku melarangnya.
“Keluarin kontolnya aja Bang.. jangan dilepas..”
Haidir mengangguk. Diturunkannya risleting celananya dan dikeluarkannya batang kontolnya. Aku tersenyum puas.
Haidir lalu naik ke atas ranjang dan menjepit pinggangku dengan kedua
pahanya sambil mendekatkan kontolnya pada wajahku. Aku tahu bahwa malam
ini bukan seks oral sebagai menu utama. Kulakukan itu untuk
membangkitkan gairah Haidir. Dia mengusap rambutku saat kubasahi batang
kontolnya. Setelah cukup membuat batangnya keras, Haidir kembali
menjauhi tubuhku.
Kemudian aku mengambil pelumas dan mulai melakukan pertunjukan di
depan Haidir. Kukeluarkan isinya dan kuoleskan pada mulut anusku dengan
gerakan menggoda sambil mendesah. Haidir menyeringai. Dia menepuk
pantatku dan meremasnya.
“Pantat kamu seksi Don.. mulus..” puji Haidir sambil tertawa.
Aku tersenyum mendengar pujiannya. Kulebarkan kedua pahaku dan
kembali kulumasi anusku mempersiapkan diriku untuk dimasuki oleh Haidir.
“Bang.. pantat Doni masih memar nih.. biar Doni yang bantu masukin dulu yah bang.. supaya terbiasa..” pintaku.
Haidir mengangguk setuju. Memang kurasakan anusku masih sedikit memar
setelah dihajar kontol Haidir dua ronde kemarin malam. Aku lalu
melumuri kontol Haidir dengan pelumas. Kudengar dia mendesah tertahan
saat kulakukan itu. Kubuka pahaku lebar-lebar dan Haidir meletakkan
salah satu kakiku pada pundaknya. Sementara itu kugenggam batang kontol
Haidir dan perlahan kudorong masuk ke dalam anusku.
“Mmmmh..” aku menggigit bibirku saat masih kurasakan sakit di dinding anusku ketika kepala kontol Haidir mulai kudorong masuk.
Haidir mengikuti irama gerakanku dan tak memaksa untuk mendorong
kontolnya. Kucoba mendorong batang itu semakin dalam. Aku mengejan
sambil mengerang. Haidir mencoba membuatku rileks dengan mengocok
kontolku.
“Mmmh..” desahku menikmati kocokan tangan Haidir sambil berusaha terbiasa kembali dengan batang kontolnya di dalam anusku.
Perlahan namun pasti kontol Haidir akhirnya melesak sepenuhnya ke
dalam anusku. Aku mengerang panjang begitu pula Haidir. Kudorong pahanya
agar batang kontolnya keluar kembali lalu kembali kutarik hingga masuk
seutuhnya. Kulakukan itu berulang secara perlahan sampai aku terbiasa
dengan genjotannya. Haidir dengan sabar menikmati proses itu dan
mengikuti gerakanku. Ketika sudah beberapa kali kontol Haidir keluar
masuk, aku melepaskan tanganku dan menyerahkan kendali pada Haidir.
Kurasakan celananya menggesek kulitku saat batangnya terbenam seluruhnya
di dalam pantatku.
“Sudah?” Tanya Haidir.
Aku mengangguk sambil menatap matanya.
Haidir lalu mencabut kontolnya dan menghujamkan keras-keras dan dalam kembali ke dalam anusku.
“Aaakh..” aku memekik saat Haidir melakukan itu.
Aku menggigit bibirku kembali. Walau sudah perlahan dan mencoba
rileks tapi tetap ada sedikit efek dari memar yang belum sembuh. Tapi
fantasiku dientot pria berpakaian sekuriti seperti yang sering
kukhayalkan terjadi hari ini. Aku tak ingin merusak suasana dan mencoba
bertahan dan menikmatinya.
“Ah…lagi pak satpam.. enak banget…” kataku pada Haidir.
“Saya lagi hukum kamu! Ngerti?” Hardik Haidir yang rupanya sedang bermain peran.
“Ampun pak.. saya janji enggak akan ulangin…”
“Ini akibatnya kalau coli sembarangan. Kamu suka kontol ya? Hah?”
“Ampun pak satpam.. engh… ngghh… Bang…” kataku. Aku tak sanggup lagi bermain peran dan kembali memanggil Haidir abang.
Kutarik ujung-ujung kemeja Haidir agar tubuhnya semakin mendekat ke
arahku. Kutatap matanya penuh pujian sementara Haidir menatapku tajam.
Lengan Haidir bertumpu pada pinggangku. Gerakannya semakin cepat
menghajar anusku.
“Ouh.. hmmmpphh hmmmpphhh..” erangku saat tiba-tiba sesuatu yang
ajaib terjadi. Tubuhku bergerak sedikit sehingga punggungku semakin
melengkung. Saat itulah kontol Haidir secara maksimal dapat menstimulasi
prostatku. Kuremas sprei sambil melenguh panjang dan menatap nanar
Haidir. Kubuka kakiku lebih lebar. Haidir menggeram panjang. Tubuhnya
yang liat berotot mulai basah oleh keringat.
“Ouwh abang… terus bang.. nghh..” kupaksa dinding anusku berkontraksi
untuk meremas kontol Haidir yang masih ganas memasuki anusku.
Haidir mengerang panjang. Kulihat tanpa disentuh kontolku semakin
keras. Rangsangan hebat yang dilakukan Haidir membuat kontolku hendak
memuncratkan isinya tanpa kukocok.
“Ouh bang.. mau keluar.. uh.. nnngghhh…” dan berkali-kali kontolku
memuntahkan isinya hingga cairan kental itu berceceran pada perut dan
dadaku.
“Hmmpph..” sensasi intens itu membuat tubuhku gemetar. Haidir
terlihat takjub tak menyangka tusukan kontolnya mampu membuatku orgasme.
Hal itu membuatnya semakin bersemangat. Kujepit pinggang Haidir dengan
pahaku sambil menggeliat dan bersiap menampung cairan kejantanan Haidir
yang sebentar lagi akan ditembakkan.
“Hhh.. Don…” erangnya.
“Ayo bang.. keluarin bang… mmmhhh…” godaku.
“Arrghh.. bangsat… enak banget jepitannya Don..”
“Abang suka? Entot lebih kenceng bang.. aaah…” rengekku.
Haidir mencengkeram pinggangku keras-keras dan menggeram panjang. Aku
mengerang panjang dan keras saat kurasakan semburan demi semburan
hangat yang membuat tubuhku merinding nikmat mengaliri anusku. Kutarik
tubuh Haidir ke arah tubuhku sambil kudekap saat dia menggelepar
kenikmatan mencoba membuatnya tenang.
Haidir melenguh panjang sambil menarik kontolnya dari anusku.
Tubuhnya bergulir ke samping sambil terengah-engah. Kemejanya yang tak
terkancing masih melekat di tubuhnya yang berkeringat. Aku bisa melihat
perutnya naik turun seiring dengan nafasnya. Kudekati Haidir dan memeluk
pinggangnya. Kucium dadanya yang basah sambil kucicipi sedikit
keringatnya. Andai waktu bisa berhenti dan kunikmati kebersamaanku
dengan Haidir lebih lama. Mendadak aku menjadi muram mengingat Haidir
tak lama lagi akan meninggalkan rumahku.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar